Infovalid.news (DK Jakarta, Jakarta Barat) – BPOM bersama dengan Polda Metro Jaya kembali membongkar gudang sediaan farmasi ilegal berskala besar di wilayah Jakarta Barat.
Pengungkapan ini menjadi wujud sinergi dan kolaborasi BPOM dengan aparat penegak hukum. Hasil operasi gabungan tersebut adalah temuan produk farmasi ilegal dengan nilai ekonomi mencapai Rp2,74 miliar.
Pengungkapan berbagai jenis obat obatan yg tanpa pengecekan BPOM ini berhasil membongkar gudang sediaan farmasi ilegal berskala besar di Jakarta Barat.
Dalam operasi gabungan ini petugas berhasil menyita barang bukti senilai total Rp2,74 miliar dari sebuah gudang yang telah beroperasi selama 4 tahun.
More Read
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Balai Besar POM di Jakarta, Kamis (13/11/2025) Mengapresiasi kolaborasi lintas sektor yang kuat di wilayah Jakarta. Pengungkapan ini adalah bukti nyata sinergi dan kolaborasi kami dengan aparat penegak hukum.
Penindakan gabungan BPOM dan Penyidik Polda Metro Jaya ini dilakukan pada 30 Oktober 2025 di Komplek Villa Arteri Kelapa Dua, Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Dari tempat kejadian perkarapetugas menemukan total 65 jenis produk ilegal dengan jumlah keseluruhan 9.077 kemasan Secara spesifik, temuan terdiri dari 15 item obat tanpa izin edar senilai Rp1,4 miliar serta 29 jenis obat bahan alam senilai Rp770 juta.
OBA yang ditemukandiduga mengandung bahan kimia yang tidak seharusnya ditambahkan ke dalam produk OBA. Selain itu ditemukan pula 21 jenis suplemen kesehatan senilai Rp551 juta. Mayoritas temuan yang disita adalah produk obat dengan klaim penambah stamina pria.
BPOM menegaskan bahaya penggunaan produk semacam ini sangat berisiko terhadap kesehatan seluruh barang bukti sedang dalam proses pengujian laboratorium lebih lanjut.
Kepala Intelijen BPOM, Modus operandi pelaku berinisial MU terbilang cerdik. Ia berperan sebagai supplier dan tidak memiliki toko online maupun offline sendiri melalui aplikasi WhatsApp. Setelah ketersediaan produk dikonfirmasi pelanggan akan mengirimkan resi pengiriman untuk dicetak oleh pelaku.
Berdasarkan peraturan tersebut, pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
(infovalid.news – Eko Sulistiyono)


